Risca Blog

OPINI | 17 January 2010 | 20:51

Setiap orang yang sudah berumah tangga selalu menginginkan anak dari pernikahannya. Karena anak dapat memberikan arti yang sangat penting dalam berumah tangga. Dengan kehadiran seorang anak hidup berumah tangga akan semakin sempurna, baik untuk si suami maupun untuk sang istri. Apalagi apabila anaknya dapat membanggakan kedua orang tuanya.
Anak dalam kehidupan adalah harta yang paling berharga. Baik untuk kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat.  Kita sebagai orang tua, sering mendo’akan kepada anak kita agar kelak mereka dewasa menjadi anak yang soleh  dan soleha serta dapat berbakti kepada orang tua, agama dan bangsa.
Namun dalam kenyataannya malah sering terbalik, anak yang kita harapkan tidak sesuai dengan impian, kebanggaan menjadi kekecewaan yang sangat dalam bahkan sering terjadi orang tua stres akibat perbuatan anaknya.
Dalam pergaulan, seperti di kota-kota besar fenomena ini sering timbul dan sebagian menjadi trend yang sangat memprihatinkan. kebebasan yang mereka pegang sering di artikan sebagai kekbebasan ” yang sangat bebas— sebebas-bebasnya”. Yang membuat mereka tidak dapat mengontrol diri dalam memilih antara yang baik dan yang buruk.
Kalau keadaannya sudah seperti ini, kejadian sekecil apapun akan menjadi besar adanya. Orang tua yang telah mengharapkan serta mendo’akan anaknya akan merasa kecewa dan timbul penyesalan. Namun di balik itu semua mungkin ada hikmah atau pelajaran bagi orang tua dan anak-anaknya. Agar orangtua dalam memberikan perhatian dan kasih sayang jangan hanya keluar dari mulut saja akan tetapi harus di barengi dengan perbuatan yang dapat di contoh oleh anak-anaknya. Begitu juga dengan si anak, kelak mereka dewasa dan menikah lalu punya anak. Mereka akan memberikan pengertian atau pengarahan yang terbaik sebelum memutuskan punya anak. Walaupun anak adalah anugerah atau rejeki dari Sang pencipta.
Semoga kita termasuk anak-anak yang dapat membanggakan kedua orang tua kita. Dan juga kita termasuk orang tua yang dapat diberi kebanggaan oleh anak -anak kita. agar kita selalu mendo’akan mereka menjadi anak-anak yang soleh dan soleha.  Amin…… ya robalallamin.

Risca Jeniver.
Read More …

Oleh Mardiyah Nugrahani & Rahmayulis Saleh


Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja Ibukota sudah sangat memprihatinkan. Sebuah survei yang dilakukan oleh Ikatan Keluarga DPRD (IKD) DKI Jakarta pada 2010, menyebutkan 5 dari 100 keluarga di Jakarta terkena narkoba dan sekitar 60% penggunanya adalah kaum perempuan.

Sebuah studi menyebutkan ada sejumlah faktor yang memicu penggunaan narkoba yaitu, rendahnya pengawasan terhadap tekanan dan adanya keinginan untuk mencapai sensasi, pengaruh keluarga, perilaku bermasalah sejak dini, kegagalan dalam bidang akademis, rendahnya komitmen terhadap pendidikan hingga berteman dengan pengguna narkoba.

Sudibyo Alimoeso, Sekretraris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan pada prinsipnya mereka yang terpapar dengan narkoba tidak perlu dijauhi. Sebab, katanya, mereka juga membutuhkan kasih sayang dan semangat agar tidak terjerumus semakin dalam terhadap kecanduan narkoba.

“Biasanya mereka ini pada awalnya adalah orang yang kurang komunikasi dengan keluarganya, sehingga mencari ‘pelarian’ untuk curhat ke tempat yang dirasa sangat nyaman.

Oleh karena itu, kata Sudibyo, komunikasi menjadi sangat penting dalam keluarga. Karena keluarga merupakan wahana pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anak dan remaja. Pendidikan berikutnya adalah sekolah dan ketiga adalah lingkungan.

“Para orangtua harus tahu dimana lingkungan anak-anak mereka yang paling sering dipakai untuk tempat ‘gaul’ anaknya. Untuk itu, selain memberikan bekal bagi anak dan remaja tentang pengetahuan tersebut, juga perlu dilakukan pemberdayaan bagi para orang tua,” tambahnya.

Menurut dia, hal itu penting agar orangtua tidak merasa tertinggal dan minder karena merasa tidak ‘nyambung’ kalau berkomunikasi dengan anaknya. Kebanyakan orangtua selalu membawa pikiran dan tindakan anaknya ke arah pengalamannya waktu kecil, yang zamannya sudah sangat berubah.

“Perbedaan mindset semacam ini yang menyebabkan anak dan remaja mencari pelarian pembelajaran ditempat lain,” ujarnya.

Untuk itu, tambahnya, BKKBN mengembangkan pendekatan melalui dua cara. Yaitu langsung dengan remaja melalui program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), dan yang melibatkan orangtua melalui Bina Keluarga Remaja (BKR). Intinya adalah agar remaja terhindar dari seks bebas, Napza, dan HIV/AIDS.

Bagi yang sudah terpapar, kata Sudibyo, jangan kemudian divonis untuk mendapat ‘hukuman’. Misalnya dengan mengucilkannya. Ini akan memperparah keadaan mereka yang kecanduan.

Kurang perhatian
Widyawati Bayu psikolog remaja dan keluarga dari Kassandra Associates, menurutnya kebanyakan kasus yang terjadi pada anak yang terjerumus narkoba karena kurangnya perhatian dari orangtua.

Hal ini dimungkinkan oleh kesibukan orangtua dengan pekerjaan menyebabkan lupa melaksanakan tugas utama mendidik anak atau perhatian orangtua hanya diarahkan pada masalah pendidikan anak.

“Kebanyakan para orangtua cenderung lebih intens memperhatikan urusan pendidikan anak sementara si anak sendiri berteriak untuk minta diperhatikan dalam urusan pergaulannya,” katanya.

Apabila anak telah terlanjur terjerumus ke dalam jerat penyalahgunaan narkoba orangtua harus segera merangkulnya kembali bukan justru memusuhinya.

“Kalau anak sudah terlanjur terjerumus narkoba upayakan untuk tidak panik dan tetap bersikap tenang serta objektif. Bertindaklah secara sabar dan memahami masalah yang dihadapi anak. Orangtua harus menjadi pendengar dan sahabat yang baik, jangan malah memusuhi anak setelah mengetahui menggunakan narkoba,” paparnya.

Menurutnya untuk melepaskan seseorang dari jeratan narkoba, tidak hanya cukup dengan pengobatan. Ada empat langkah yang harus dilakukan, yakni menyangkut biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. “Itu semua harus dilakukan dalam satu paket, tidak bisa sendiri-sendiri
Aspek biologis yakni terkait dengan tindakan pengobatan. Narkoba, jelasnya, menyerang sistem transmisi saraf otak. Ini yang mengakibatkan otak pecandu narkoba menjadi error dan dampak lanjutannya menimbulkan perilaku yang juga error.

Selanjutnya langkah psikologis dilakukan dalam bentuk konsultasi dan pendampingan sehingga pecandu mempunyai kepercayaan diri dan konsep diri. Menurutnya Widya,  pecandu narkoba secara psikologi biasanya bermasalah. Mereka cenderung mudah marah, depresi, labil, dan antisosial.

Dalam beberapa kasus, penggunaan narkoba juga menyebabkan penyakit jiwa. Tindakan sosial dilakukan, antara lain dengan mengubah gaya hidup yang beresiko kembali terjerumus narkoba.

Dia menegaskan para pecandu narkoba adalah seorang yang sakit dan butuh disembuhkan. Oleh sebab itu tidak bisa begitu mudah lepas dari narkoba jika berusaha sendirian. Selain kemauan yang kuat dari penderita, dibutuhkan juga dukungan keluarga dan juga lingkungan. (yuli.saleh@bisnis.co.id)

Risca Jeniver.
Read More …